1. Pada zaman Nabi Muhammad SAW masih hidup, berpedoman hanya pada hadits dan Qur’an. Sebagaimana firman alloh ;
“Itulah Kitab Qur’an, tiada lagi kemangmangan menjadi petunjuk bagi orang-orang yagn bertakwa.” (Al-Bakarah:2)
Qur’an itu dijelaskan oleh sunnah Rasul, sebagaiman firman Alloh ;
“Dan kami turunkan kepadamu peringatan ( Qur’an ), supaya kamu menjelaskan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka, supaya mereka memikirkan.” (An-Nahl:44)
2. Sesudah Nabi Muhammad SAW wafat, berlaku Ijma dan Qiyas berdasarkan atas petunjuknya, diantaranya :
a. Sabda Nabi Muhammad saw atas pertanyaan sayidina Ali bin abi Thalib mengenai perkara yang akan datang namun tidak jelas nashnya dalam Qur’an dan Hadits :
“Hendaklah kamu kumpulkan para ulama untuk membahasnya,”atau”Adakanlah permusyawaratan dengan orana-orang ahli ibadah dari kaum muslimin, dan janganlah kamu menetapkan hokum dengan pendapat sendiri.”(Riwayat Ibnu Abdul Barr)
b. Qiyas, bahwa nabi Muhammad saw pernah bertanya mengenai hokum yang tidak di-nash dalam Qur’an dan Hadits, kepada sahabat Mu’ad dan Abu Musa Al-Asy’ari r.a. yang pernah beliau utus untuk memegang pemerintahan di Yaman, lalu jawab mereka: “Kalau kami tidak mendapatkan hokum dalam Al-Qur’an dan tidak pula dalam Hadits, maka kami mengkiyaskannya sesuatu perkara dengan perkara lainnya. Mana perkara yang paling mendekati kebenaran, itulah yang kami amalkan, lalu cara yang demikian itu ditetapkan oleh Nabi saw.”(Riwayat Ibnu Abdul Barr)
B. Bertaklid itu tidak hanya mengikuti pendapat orang lain tanpa mengetahui dalil-dalil yang dipergunakan. Sedangkan Mukallid (yang bertaklid) it8u terbagi 2, ialah :
1. Muqallid pasif, yaitu orang awam yang tidak sempat mempelajari hokum islam secara mendalam karena mereka bekerja di bidang pertanian, perdagangan, teknologi, kedokteran, dan lain sebagainya.
2. Muqallid aktif, yaitu yang aktif mengoreksi hukum hasil ijtihad imamnya, adakalanya memperluas pendapatnya, atau adapula yang tidak sependapat dengan hasil ijtihad imam yang di taqlidina. Muqallid aktif ini bertingkat-tingkat, dan mereka pun berijtihad juga, hanya cara yang mereka lakukan mengikuti cara yang dipakai imamnya, sehingga mereka disebut muqallid dan juga mujtahid dengan tingkatan yang berbeda-beda.
Lima tingkatan mujtahid :
- Mujtahid mustaqil, yaitu imam mujtahid yang mampu menyusun kaidah hokum islam sendirian, seperti imam Hanafi, Maliki, Safi’I, Hmbali, Sufyan Tsauri, Sufyan bin Uyainah, Muhammad bin Jarir, (IBnu Jarir), Umar bin AbdulAziz, A’masy, Sya’bi, Ishaq, Abu Laits, Dawud Zhahiri, dan sebagainya. Dari sekian banyak mujtahid itu, yang hasil ijtihadnya dibukukan hanya empat imam, yaitu Hanafi, Maliki, Syafi’I, dan Hambali r.a. Keempat mujtahid itulah yang boleh diikuti mazhabnya, sebab hasil ijtihadnya di bukukan.
- Mujtahid mazhab, yaitu imam mujtahid yang mampu menyusun hkum islam sendirian, hanya caranya mengikuti imam mujtahid musqil, seperti Imam Gojali, Haramain dan Syairazi.
- Mujtahid Muqayyad, yaitu 8imam mujtahid yang dapat memperluas hokum islam hasil ijtihad imamnya, seperti Imam Buwaithi, Muzani, dan sebagainya.
- Mujtahi tarjih, yaitu ulama yang mampu mengoreksi, mem-tahrir, dan menyebar luaskan pendapat imamnya, seperti Imam Rafi’I, Nawawi, Ibnu Hajar, Ramli, dan yang lainnya.
- Mujtahid fatwa, atau disebut juga Alhuffazh, yaitu ulama yang menghapal, mengutif dan memahami secara mendalam madzhab imamnya, seperti ulama lainnya dibawah ulama ahli tarjih.
C. Ikhtilaf adalah paham dikalangan kaum muslimin yang pada umumnya hanya dalam masalah furu’(kecil/cabang), sedangkan dalam masalah asas (yang pokok) tidak banyak. Oleh karena itu, kalau ada perbedaan pendapat dalam masalah furu’ kebanyakan hasil ijtihad ulama mujtahid, atau perbedaan penafsiran melalui dalil-dalil yang tidak qath’I, atau perbedaan penemuan mengenai rumah rasul dan lainya, tidak perlu dipertajam, asal masing-masing mempunyai dasr hukumnya. Adapun perbedaan pendapat mengenai masalah Furu’ itu merupakan rahmat Alloh, yang berarti memberi kebebasan berpikir kepada kita.
0 comments:
Post a Comment